Search This Blog

22 February 2011

10 FAEDAH AL-QUR’AN


KONTRADIKSI DALAM AL-QUR’AN ?!

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ? kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’[4] : 82)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa apabila kita merenungi al-Qur’an, niscaya tidak akan kita dapati kontradiksi dalam ayat-ayatnya. Bila sekilas nampaknya ada pertentangan, itu hanyalah karena kurangnya pemahaman kita, maka serahkanlah kepada para ulama Sunnah.
Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengatakan dalam nuniyahnya : 2471-2472 :
Dan nash-nash al-Qur’an itu tidak saling bertentangan
Maka bertanayalah kepada ulama zaman
Kalau engkau mendapati padanya kontradiksi
Maka itu adalah dari kurangnya pemahaman.
Para ulama telah menyebutkan beberapa contoh banyak sekali tentang masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus dan mencakup seputar masalah ini adalah “Daf’u Iham Idhthirab an Aayi Kitab” (menolak anggapan kontradiksi Dalam Ayat-Ayat Qur’an) karya syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi1.
HADITS TIDAK ADA ASALNYA
Betapa banyak orang membaca al-Qur’an, sedang al-Qur’an melaknatnya.
TIDAK ADA ASALNYA. Demikian ditegaskan oleh Syaikh al-Albani, sebagaimana diceritakan oleh murid beliau –syaikh Ali bin Hasan al-Halabi hafidzhohulloh- katanya : “Sebagian orang menisbatkan ucapan ini sebagai hadits dari NabiShallallohu’alayhi wa sallam. Saya tidak mendapatinya dalam kitab-kitab yang telah saya buka, kemudian saya bertanya kepada syaikhuna al-Albani tentangnya ? beliau menjawab: “Tidak ada asalnya”. Kemudian saya mendapatkan dalamihya’ 1/274 ucapan ini dinisbatkan kepada Anas tanpa menyandarkan kepada siapa yang mengeluarkannya. (Ta’liq Fatawa Syaltut hal.123)
KAPAN BERTAAWUDZ
Banyak para penceramah ketika akan membaca ayat dalam khutbah atau kajian, dia berkata: ”Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, -lalu bertaawudz- a’udzubillahi minas syaithon nirrojiym (bertuliskan arab pada majalahnya-admin), apakah hal ini dibenarkan?!
Al-Hafizh as-Suyuthi menjawab pertanyaan ini : “Menurutku pendapat yang benar dalam masalah ini sesuai dengan dalil, bahwa hendaknya dia membaca ayat tanpa ta’awudh terlebih dahulu, karena inilah yang dicontohkan oleh Nabi, para sahabat dan tabi’in.
Setelah beliau menyebutkan hadits-hadits dan atsar dalam masalah ini, beliau mengatakan: “Hadits dan atsar tentang hal ini banyak sekali, maka pendapat yang benar ialah cukup membawakan ayat tanpa ta’awudh terlebih dahulu, sebagai bentuk ittiba’(mengikuti) tuntunan Sunnah Rosululloh. Adapun perintahisti’adzah dalam firman Alloh :
Apabila kamu membaca al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Alloh dari setan yang terkutuk.” ( QS.an-Nahl[16]: 98 )
Maka maksud perintah ini adalah ketika akan membaca al-Qur’an, adapun mengutip ayat dalam berdalil dan berhujjah maka hal itu tidak masuk dalam ayat tersebut. (al-Qozadzah fi Tahqiqi Mahalli Isti’adzah, sebagaimana dalam al-Hawii lil Fatawi 1/296)
HAFALAN AL-QUR’AN
Al-Khothib al-Baghdadi berkata : “Kisah paling lucu tentang hafalan anak kecil adalah ucapan Ibrohim bin Said al-Jauhari: “Saya mendapati anak kecil berusia empat tahun dibawa kepada Kholifah Ma’mun, dia sudah hafal al-Qur’an dan pintar berdebat, hanya saja kalau sudah lapar maka dia menangis!!”. (al-Kifayah fi Ilmi Riwayah hlm.64)
A’masy rohimahulloh apabila menghafal al-Qur’an, beliau disimak oleh beberapa orang dengan membawa mushaf, namun beliau tidak keliru walaupun hanya satu huruf. (Siyar A’lam Nubala’, adz-Dzahabi 6/235)
SERUAN AR-ROHMAN
Sahabat yang mulia Abdulloh bin Mas’ud radhiyallohu’anhu pernah mengatakan: “Apabila engkau mendapati ayat yang didahului dengan (… Ya ayyuhalladzina amanuw (dalam huruf arab pada majalah-admin)) “Wahai orang-orang beriman …”, maka pasanglah telingamu baik-baik, karena isinya adalah kebaikan yang harus engkau lakukan atau kejelekan yang harus engkau hindari.”
Ayat-ayat dalam al-Qur’an yang didahului seruan tersebut cukup banyak, kurang lebih sembilan puluh ayat. Syaikh Abu Bakar al-Jazairi mengumpulkannya dalam sebuah kitab berjudul “Nid’atur Rohman li Ahli Iman” (Seruan ar-Rohman kepada hamba-hamba-Nya yang beriman”.
Dalam muqoddimahnya, beliau menerangkan bahwa seruan-seruan ini berisi hal-hal penting yang semestinya diketahui oleh seorang muslim agar meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Seruan-seruan ini mencakup permasalahan seputar aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, hukum dan lain sebagainya.
TAFSIR DENGAN ISYARAT
Penafsiran manusia berputar pada tiga metode :
1. Penafsiran secara lafadz, metode ini biasanya di tempuh oleh orang-orang belakangan.
2. Penafsiran secara makna, metode ini biasanya di tempuh oleh para salaf.
3. Penafsiran secara isyarat dan qiyas, metode ini biasanya ditempuh kaum sufi dan selainnya. Hal ini boleh dengan empat syarat.
a. Tidak bertentangan dengan makna ayat.
b. Makna penafsiran tersebut shohih.
c. Adanya indikasi yang mendukung dalam lafadz tersebut.
d. Adanya keterkaitan antara penafsiran tersebut dan makna ayat.
Apabila syarat-syarat ini terpenuhi, maka penafsiran ini bagus. (at-Tibyan fi Aqsamil Qur’an, Ibnul Qoyyim al-Jauziyah hlm. 90)
PEMBACAAN AL-QUR’AN SEBELUM ACARA
Dalam acara-acara, biasanya diawali dengan acara pembukaan ayat-ayat suci al-Qur’an, apakah ini disyari’atkan ?!
Syaikh Muhammad bin sholih al-Utsaimin berkata: “Saya tidak mengetahui adanya Sunnah dari Rosululloh Shallallohu’alayhi wa sallam yang mendukung hal ini. Telah dimaklumi bersama bahwa Nabi Shallallohu’alayhi wa sallam sering mengumpulkan para sahabatnya ketika akan perang atau urusan-urusan penting lainnya, namun saya tidak mendapati bahwa beliau memulai perkumpulan tersebut dengan pembacaan al-Qur’an.
Namun, seandainya acara tersebur berkaitan tentang topik tertentu, lalu ada seorang yang membacakan ayat mengenai topik tersebut, maka hal ini boleh. Adapun menjadikan pembacaan kitab suci al-Qur’an sebagai pembukaan cara terus menerus seakan hal itu adalah sesuatu yang disyari’atkan maka ini tidak selayaknya dilakukan”. (Fatawa Nur ‘ala Darb 2/43)
SEKEDAR PENDAPAT SAJA
Suatu saat ada seorang dating kepada Muqotil bin Sulaiman seraya mengatakan: “Ada orang bertanya kepadaku” ‘Apa warna anjing Ashabul Kahfi?’ Dan saya tidak bias menjawabnya!! Akhirnya, Muqotil mengatakan: ‘Kenapa kamu tidak mengatakan saja bahwa warnanya belang. Seandainya kamu jawab begitu, toh tidak akan ada yang membantah dan memprotesmu’” (Tarikh Baghdad 13/165)
Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa kebanyakan pendapat ahli tafsir tentang perincian-perincian seperti itu hanyalah pendapat semata tanpa hujjah yang akurat. (Lihat al-Aqwal Syadzah fi Tafsir hlm. 67, Syaikhuna Abdurrohman ad-Dahsy).
KUPERSEMBAHKAN AL-FATIHAH
Surat al-Fatihah adalah surat yang memiliki banyak keutamaan. Namun sebagian manusia pada zaman sekarang telah membuat suatu hal baru dalam agama tentang surat ini, mereka menutup doa dengannya dan memulai acara dengan mengatakan “al-Fatihah”!! Maka ini adalah suatu kesalahan, sebab agama itu dibangun diatas dalil dan ittiba’ (mengikuti Nabi)”.
Al-Hafizh as-Sakhawi pernah ditanya tentang kebiasaan manusia usai sholat, mereka membaca al-Fatihah dan menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, beliau menjawab: “Cara seperti itu tidak ada contohnya, bahkan ini termasuk kebid’ahan dalam agama”. (Al-Ajwibah al-Mardhiyyah2/721)
HORMATILAH AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah Kalamulloh, maka wajib bagi kita untuk menghormati, ada beberapa hal yang perlu diingatkan pada kesempatan ini:
1. Menjadikan Al-Qur’an suara dering tunggu di HP
Sungguh, hal ini termasuk kurang adab terhadap al-Qur’an, karena al-Qur’an tidak diturunkan untuk hal ini. Bagaimana bila hp berdering ditempat yang tidak layak?!
Banyak para ulama yang telah mengingatkan masalah ini, diantaranya adalah syaikh Ibnu Utsaimin sebagaimana dalam Min Fawa’idi Syarah Riyadhus Sholihinhlm. 221, Syaikh Bakr Abu zaid dalam Adabul Hathif, Syaikh Sholih al-Fauzan dalam Muhadhoroh-nya di Jami’ Ibnu Utsaimin 28/Robi’ul Awal 1427 H, dan lain sebagainya2.
2. Menyetel Kaset Murotal saat Walimah/acara
Di satu sisi, kita bersyukur banyak orang tidak lagi mnyetel music dan nyanyian saat walimah/acara, namun apakah menggantinya dengan murottal al-Qur’an adalah solusi yang baik?! Kita harus ingat bahwa saat itu banyak orang tidak mendengarkan lantunan al-Qur’an. Padahal Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman :
Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-A’rof[7]: 204)
Dengan demikian, maka tidak boleh menyetel murottal pada suatu kaum yang tidak mendengarkannya. Sebagai gantinya, kita bias menyetel kaset yag berisi kata-kata hikmah, nasyid, syair, atau mandhumah kitab, atau diisi dengan acara-acara yang bermanfaat lainnya.3
3. Meletakkan lembaran-lembaran berisi al-Qur’an sembarangan
Kita masih sering menjumpai sebagian saudara-saudara kita tidak hati-hati dalam meletakkan kertas-kertas yang ada ayat al-Qur’annya. Terkadang mereka membiarkannya berserakan, menggunakannya untuk bungkus bumbu atau makanan, alas duduk dan semisalnya, -wal ‘iyadzu billah-, semua ini adalah bentuk kurang adab terhadap al-Qur’an. Jika memang kertas (majalah, buku, catatan dll) tersebut sudah tidak dipakai sebaiknya kita memendamnya ditempat yang suci, atau membakarnya sebagai penjagaan dari segala pelecehan sebagaimana dilakukan oleh khalifah Utsman bin Affan. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah 3/138 )
Footnote :
1 Syaikh al-Fadhil Masyhur bin Hasan berkomentar tentangnya: “Kitab ini sangat bagus sekali”. (at-Tahqiqat wa Tanqihat As-Salafiyyat Ala Matan Waraqat hal.391)
2 Sekitar lima bulan yang lalu, saya mendengarkan kabar lewat sebuah stasiun di Saudi Arabia bahwa Mujamma’ Fiqih (lembaga akademi fiqih Islam) dalam sidang mereka yang terakhir membahas beberapa hal, salah satunya adalah masalah ini dan mereka menegaskan tidak bolehnya al-Qur’an dijadikan sebagai nada dering tunggu HP.
3 Demikian faedah dari kedua Syaikh pemulis ; Sami bin Muhammad dan Abdurrohman ad-Dahsy (Keduanya murid Syaikh Ibnu Utsaimin), ketika penulis tanyakan kepada mereka berdua via sms.

(Diambil dari Majalah AL-FURQON Edisi 10, tahun ke-7 1429 H. hlm. 59-61)